Selamat Berkunjung

Respon dan Masukan Anda dapat Meningkatkan Kualitas Penulis

Minggu, 04 Desember 2016

Bunga Rampas





Dengan langkah tergesa, Budi mengejar waktu untuk sampai ke lokasi. Keringat yang mulai memperlihatkan wujudnya pada sela-sela kemeja tak dihiraukan olehnya. Melangkah, dengan irama yang semakin cepat. “Pake segala ban kempes, sial!” Ketus dalam hati yang semakin mempercepat langkahnya.


“Yaampun si Budi HP-nya ketinggalan. Andre!! Cepetan bawain HP Ka Budi. Siapa tau masih di depan gang!!” Andre yang mendengar teriakan Ibunya langsung berbegas lari dengan kecepatan yang biasa ia gunakan ketika mengambil nilai lari 100 meter di sekolah. “Kaaa!!! Ini HP lu ketinggalan!!” Beruntung jalur rumah Budi hanya satu jalan untuk menuju pangkalan ojek. “Ini dari tadi Ka Nur nge-BBM­ terus.” Tanpa basa-basi ucapan terima kasih, Budi langsung membuka BBM-nya. 

“Ah gila!! Pesenin gue ojek online dong Ndre!”

Andre merogoh saku celananya. Namun sayang, Andre terbiasa menggunakan celana training yang tidak ada saku celana. “Hehe gue gak bawa HP, Ka.”

Tanpa aba-aba, tanpa hitungan wasit maupun peluit tanda mulai, Budi langsung berlari melebihi kecepatan Andre.  “Lah, bisa lari juga tuh orang.”

Budi. Kau semalam suntuk tak dapat tidur memikirkan rencana, namun sayang Kau tak mempersiapkannya dengan matang.

Tukang ojek yang setia dengan pangkalannya kebingungan melihat kawan bermain kartu remi sampai larut malam berlari dengan cepat. “Lu ngapa, Bud?” Tanpa jawaban konfirmasi atas pertanyaannya, Budi langsung duduk di atas jok kawan bermain kartunya itu. “Udeh cepetan anterin gue ke Condet!”

“Gak bisa lebih cepet apa Lu?”

“Ini udeh mentok, Bud.”

“Gue tambah ceban dah, kebut!”

 “Oke, Bud! Pegangan!”

Dengan kecepatan 80km/h ojek itu melaju, menyalip dan menerobos lampu merah. Tak peduli dengan kepala yang tak dibungkus dengan helm, yang penting sampai pada tujuan.

“Kiri. Pertigaan depan belok kanan, terobos aja lampu merahnya”

“Turunin gue di depan lapangan depan. Duitnya ntar malem ya, gue gak bawa duit lebih nih.”

Dengan tergesa, Budi turun dari motor. Membayar jasa ojek dengan DePe janji dan ucapan terima kasih. Bergegas melangkah, sambil mengetik pesan pada Nur. “Lu dimana? Gue di gang nih.”

“Masuk aja, Bud.” Balasan Nur membuat hati Budi ciut. Tambah lagi suara musik dangdut dengan lagu Belah Duren makin membuatnya melangkah layu. Tatapan orang yang sering melihat Budi dulu sering kemari, bingung atas kehadirannya. Dibalasnya tatapan itu dengan senyum paksa dari Budi. Di ujung jalan, Budi melihat Nur, Nur membalas tatapan Budi dengan senyum yang penuh arti. Nur yang melihat Budi berjalan dengan layu mendekat, menepuk pundak budi yang mana kemejanya telah lusuh oleh keringat. “Bau apek Lu, Bud!” Budi hanya membalas dengan senyum. Nur yang tak mampu melihat wajah Budi karena terlalu tinggi tubuhnya serta keberaniannya membuat Ia menunduk sambil mencari minyak wangi untuk menghilangkan bau apek tubuh Budi. 

“Angkat tangannya!” Suruh Nur pada Budi yang diikuti dengan semprotan minyak wangi. 

“Udah rame kan, Bud? Lu kelamaan sih! Niat Lu buat bilang ‘TIDAK’ udah gak bisa. Sekarang Lu beli amplop dulu deh. Abis itu kita masuk. Senyumnya gak usah dipaksain gitu. Ikhlas, Bud!! Bunga udah bukan milik Lu lagi!”

4 komentar: