Selamat Berkunjung

Respon dan Masukan Anda dapat Meningkatkan Kualitas Penulis

Rabu, 13 Desember 2017

Angkot Merah Jangan Marah

Sumber dari Google hanya untuk ilustrasi.

"Woy!! Pinter lu ya?!"

"Dasar lu Kucing!! Mata lu taro mana?!"

"Gak mau tau saya, bapak harus ganti rugi!"

Lalu adu jotos pun tidak dapat dihindari.
----------------------------------------------------------------------------------------------------

Pernah dengar percakapan itu di jalan? Apa? Sering? atau malah kita salah satunya? mungkin!

Senggol-menyenggol di jalan raya memang tidak dapat kita hindari. Apalagi dalam keadaan macet dan panas, ditambah waktu yang mengejar kita untuk segera sampai pada tujuan. Istilah "Senggol Bacok" pun sudah siap menghampiri kita jika dalam posisi seperti itu.

Saya pun sering melihat kejadian dimana kecelakaan terjadi, ada yang beradu mulut meneriakan penghuni kebun binatang, ada yang baku hantam sampai menambah kemacetan dan jadi bahan tontonan, bahkan ada yang saling menuntut ke meja hijau.

Lirik,
Cuek,
Oooohhhh,
Dan melanjutkan perjalanan.

Itulah kebiasaan saya di jalan ketika melihat kejadian seperti itu. Pertanyaan yang sering saya lontarkan dalam hati, "Untuk apa kalo cuma nonton doang? di youtube ntar juga ada." Dan jadilah saya penonton dalam media.

Dan pada beberapa hari yang lalu, saya menjadi aktor laga dalam drama peraspalan. Drama yang menyentuh hati kedua belah pihak. Drama yang mengatakan bahwa benar marah itu buruk, dan sabar lebih baik.

"Yud, tolong bayarin pajak tahunan motor Aa ya. Tapi ke Tebet dulu buat minta foto copy BPKB." Setelah menerima seperangkat STNK dan KTP beserta uang, saya menuju Tebet melewati Bukit Duri.

Dikarenakan kurangnya pemahaman akan jalan dan lokasi tujuan, saya memilih menggunakan Google Maps dengan HP yang saya letakan di dashboard motor. Pastinya pandangan mata tidak terlalu konsentrasi pada jalan dan sekitarnya karena fokus terbagi dua antara jalan dan layar HP.

Saya lihat jalan menunjukan harus berbelok ke kanan yang mana melewati rel kereta api. Setelah tenong-tenong berhenti berbunyi dan papan batas terangkat maka kendaraan pun berebut untuk melewati rel kereta api. Jelas dong apa yang harus saya lakukan? Yap! Ikutan melewati rel kereta api.

Setelah berhasil dengan selamat melewati perlintasan kereta api alias rel kereta api, tiba-tiba terdengar suara mobil dibelakang saya mati dan dengan seketika dihidupkan oleh sang supir. Tidak dengan aba-aba atau peluit wasit, sang supir pun panik dengan kendaraannya yang tak terkendali. Alhasil menyeruduk kendaraan di depannya. Siapakah gerangan kendaraan yang di depan mobil tersebut? SAYA!!

DRUUAAAGH!!!
Ban belakang saya dicium dengan beringas oleh angkot berwarna merah. Badan yang reflek melepaskan genggamannya pada stang motor dan berhasil berdiri dengan gagahnya. Namun sayang, kaki kanan tak kuasa menahan gerakan motor akhirnya harus merelakan motor tersungkur mencium aspal. Setelah menyadari keadaan tersebut, saya menoleh kebelakang dan melihat sang supir yang panik menyadari kesalahannya. Tanpa kata saya mengambil HP yang ikut mencium aspal, dan mendirikan motor dan memapahnya ke tepi jalan.

"Bang, gapapa?"
Lah? Kaget saya! Kok malah nanyain saya gapapa? Padahal biasanya yang saya lihat adalah adu mulut dan saling menyalahkan. "Iya pak, saya gapapa."

"Bang saya anterin penumpang dulu ya, abis itu kita ke bengkel." Lah-lah-lah? Saya makin kaget sama apa yang barusan bapaknya bilang. "Saya gak tau pak bengkel deket sini."

"Yaudah abang ikutin angkot saya aja, nanti ke bengkel tempat saya." -bengkel tempat saya- itu jadi pertanyaan terbesar saya. Jangan-jangan saya dibawa ke markas angkot dan akhirnya terjadi hal yang tidak saya inginkan.

Sesampainya di bengkel, pikiran buruk saya langsung hilang. "Abang tunggu sini dulu yaa, saya anterin penumpang dulu, ini nomer HP saya." Oke langsung saya catet deh nomer HP beserta plat nomer angkotnya, "Bapak namanya siapa?" "Putut"

Karena takut dan kecurigaan yang semakin jadi, saya menghubungi teman yang memang bekerja di Tebet. "Ndi, gue kecelakaan nih. Bisa kesini gak?"

Selang beberapa lama, bapak beserta angkotnya kembali. Ia langsung menanyakan kondisi motor saya pada montir bengkel, ternyata barang yang rusak tidak ada di bengkel tersebut. "Ayo bang, kita cari ke bengkel lain."

Dalam perjalanan ke timur mencari kitab suci(?) eh salah. Maaf.

Dalam perjalanan mencari 'tempurung lampu' kita saling berbicara.

"Bang, tadi ada yang telepon saya, itu siapa ya?"

"Oh itu temen saya."

"Pantesan dia nanyainnya kaya orang khawatir, saya jawab aja, tenang bang saya bakal balik lagi kok."

"Iya bang emang gitu kita mah, kalo ada yang butuh bantuan, kita saling bantu aja. Ya kaya sekarang ini. Dia lagi di jalan mau kesini katanya."

"Wah baek juga ya temennya bang."

Dan sampailah kita ke bengkel yang tersedia 'tempurung lampu' itu. Sayangnya tidak fullset. Akhirnya si bapak tetep mau nyari sampai dapet. Padahal sudah saya bilang, "Gapapa pak, nanti biar saya cari aja sendiri sisanya."

Karena yang dicari tidak dapat dan Andi sudah di bengkel tempat tadi, akhirnya si bapak menyerah dan setuju untuk kembali kebengkel. Dalam perjalanan kami kembali saling berbicara.

"Saya mah males bang kalo adu mulut, siapa sih yang mau kecelakaan? kan gak ada yang mau. Kalo saya salah ya saya ganti rugi, tapi kan gak harus adu mulut dan emosi. Saya tadi sadar kok kalau saya salah, mesin saya tiba-tiba mati dan pas saya nyalain eh malah nyeruduk abang."

"Iya pak, saya juga males marah-marah. Mendingan di selesaikan baik-baik. Emang bapak sering adu mulut kalo kecelakaan?"

Dan jawaban bapaknya bikin saya terharu dan bingung harus jawab apa.

"Dulu saya pernah bang jadi supir metromini, nah namanya juga kecelakaan ya, meskipun saya tau dia yang salah, tetep aja saya yang bakal jadi tumbal untuk ganti rugi. Kita sampe adu mulut di jalanan dan ujung-ujungnya saya dibawa ke meja hijau. Saya gak ngomong sama istri saya karena dia punya penyakit jantung. Yah namanya juga kabar buruk, cepet aja gitu bang nyebarnya. Istri saya tau, jantungnya kumat. Trus pas pengadilan selesai, saya menang di pengadilan, tapi sayangnya istri saya meninggal bang. Trus saya pas nabrak abang, keinget sama anak saya yang bawa motor juga. Makanya saya buru-buru buat balik lagi."

"Anak abang umur berapa emang?"

"Anak saya sekarang SMA, mirip banget sama ibunya. Saya selalu nasehatin buat jadi kaya ibunya yang nerima kekurangan saya. Ibunya itu baik banget bang, mana ada sih cewek yang mau susah? Tapi ibunya nerima saya apa-adanya sampai akhir hayatnya bang."

Dan saya pun diam. Diam-diam kangen Ibu.

Sesampainya di bengkel, si bapak langsung nyerahin barangnya.

"Pak, biaya bengkelnya biar saya aja yang bayar."

"Udah bang, saya aja. Saya ganti rugi sampai selesai. Ohya, nanti abang cari aja barangnya, terus kalo udah dibeli jangan lupa pake bon ya. Abang kan udan nyimpen nomer saya, hubungin saya aja biar nanti biayanya saya ganti."

Saya mengangguk. Ya, mengangguk.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Menahan amarah adalah sebab memperoleh ampunan Allah dan surga-Nya:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan bersegeralah menuju ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang lebarnya (seluas) langit dan bumi yang disediakan bagi orang yang bertakwa, yaitu orang yang menginfakkan (hartanya) di waktu lapang atau susah, dan orang-orang yang menahan amarah, dan bersikap pemaaf kepada manusia, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik (Q.S Ali Imran:133-134)
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَغْضَبْ وِلَكَ الْجَنَّة
Janganlah engkau marah, niscaya engkau mendapat surga (H.R at-Thobarony dan dishahihkan oleh al-Mundziri)
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنْ الْحُورِ الْعِينِ مَا شَاءَ
Barangsiapa yang menahan amarah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, Allah akan panggil ia di hadapan para makhluk pada hari kiamat, hingga Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari (terbaik) yang ia inginkan (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Sahabat Nabi Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhu berkata: Tidak ada luapan yang lebih besar pahalanya di sisi Allah selain daripada luapan kemarahan yang ditahan oleh seseorang hamba demi menggapai wajah Allah (riwayat al-Bukhari dalam Adabul Mufrad)
Kutipan dari SINI
-----------------------------------------------------------------------------------------------------

6 komentar:

  1. Wii terstruktur tulisannya. Pasti liat cara nulis nya disini wqwqwqwq


    http://shofiyanajia.blogspot.co.id/2017/12/tips-to-writing.html?m=1

    BalasHapus
    Balasan
    1. inilah contoh "mengambil kesempatan dalam kesempitan"

      hahaha :D

      Hapus
  2. Masya Allah, kita belajar kehidupan dari seorang supir angkot merah. Semoga hidup abang nya selalu mendapatkan keberkahan Allah SWT. Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin.

      tokoh dalam tulisan.
      Bapak: Supir angkot
      Abang: Penulis.

      jadi terimakasih untuk doanya, :D

      Hapus
  3. 😇😇😇😇😇😇😇😇😇

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asik dah 😆

      Apesnya kalo tuh yg nabrak malah nyalahin elu Yud.

      Hapus